Perjuangan
merupakan usaha yang harus dilakukan baik dengan kesadaran diri sendiri maupun
adanya dorongan dari orang-orang sekitar. Pada tulisan ini penulis akan
menceritakan kisah perjuangan anak yang ditinggal ibunya merantau ke Luar
Negeri. Dalam bersosialisasi, meraih pendidikan dan mencapai cita-citanya untuk
dan perjuangan mewujudkan ide-idenya yang selalu antimainstream.
Anak
kecil selalu identik dengan suka bermain dan ulahnya yang aneh. Namun tidak dengan fina, dia sosok anak-anak
yang pendiam, lebih suka bermain di rumah bersama orang tuanya. Permainan anak
kecil pada umumnya tidak dia sukai karena dalam pikirannya selalu ingin berbeda
dari orang lain. Permainan yang melibatkan logika berfikir seperti gamewatch dan lego lebih dia sukai. Hal
itulah yang membuat dia selalu senang berfikir dan bertanya-tanya ketika dia
berbicara dengan orang tua disekitarnya. Namun orang tuanya yang hanya
berpendidikan SD selalu bertolak belakang dengan pemikirannya. Bapak-Ibunya
selalu berfikiran bahwa anaknya harus sama dengan orang lain, tidak boleh bertingkah
dan berperilaku nyeleneh. Tumbuhlah
dia menjadi anak yang penurut dan
pendiam, yang menjadi pikirannya saat itu adalah bagaimana dia menjadi sama
seperti orang lain.
Semenjak
memasuki pendidikan Sekolah Dasar fina kecil haruslah berpisah dengan ibunya
merantau ke negeri cina mencari segepok uang untuk membiayai kehidupannya serta
kedua kakaknya. Dia semakin merasa hidupnya berbeda dengan anak lain yang
didampingi oleh Ibunya. Hatinya selalu iri ketika melihat anak kecil yang
dipilihkan baju dan bermain ke tetangga bersama Ibunya. Semakin hari Ia semakin
berfikir bagaimana untuk menjadi sama dengan orang lain. Hal ini menjadikannya menutup diri dari
lingkungan sekitar bahkan di sekolah. Dia selalu ingin mendapat nilai yang terbaik
dan menjadi juara kelas. Hal itupun terbukti ketika dia menduduki sekolah dasar
selalu mendapatkan juara.
Pada saat sekolah SMP ari harus berpindah ke
rumah neneknya di desa lain, karena jarak rumah nenek yang lebih dekat dengan
sekolahnya yang baru. Fina bukanlah anak yang mudah beradaptasi ketika berada di
tempat baru, meskipun itu ditempat neneknya sendiri. Dia kebingungan bagaimana
harus berinteraksi dengan orang baru disekitarnya. Dalam hal akademik semakin
merosot nilainya dan semakin ketergantungan dengan orang lain dalam memenuhi kehidupannnya.
Dalam masa ini Ia kehilangan daya untuk berjuang meraih mimpinya. Keberaniannya
bertanya saat masih kecil dulu hilang berganti dengan ketidak percayaan diri.
Semakin hari-semakin merasa tidak mampu dalam berjuang sementara orang tua
disekitarnya selalu menuntut untuk bisa mandiri dan menjadi sama dengan orang
lain bukan mengajak dan mendorong Ia untuk melakukan sesuatu, tapi hanya
sekedar tuntutan. Semasa SMP ini tidak ada prestasi yang mengagumkan dari
perjalanan hidupnya baik disekolah maupun dikehidupan sehari-hari.
Masa
SMA dia mencoba bangkit dari masalalunya meskipun masih sama-sama menjadi sosok
pendiam seperti dulu kala. Memang sikap pendiam ini merupakan bawaan dari
lahir. Semenjak masuk SMA ini dia
mencoba lebih terbuka dengan teman-temannya meskipun masih pasif ketika di
kelas. Namun dia berusaha untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungannya, baik
dengan teman maupun dengan guru. Kegiatan ekstra mulai Ia ikuti antara lain
kegiatan tata boga dan bahasa jepang, dari kegiatan ini dia merasa punya
keterampilan baru dan berusaha untuk bisa berkomunikasi.
Semenjak
kecil dia mulai berfikir ingin mejadi seperti apakah dirinya kelak ?.
cita-citanya semenjak kecil ingin sekali menjadi guru. Karena guru adalah sosok
yang berwibawa dimatanya. Dari seorang gurulah dia dapat inspirasi tentang
kehidupan. Guru-gurunya banyak menyarankan jika siswanya harus lebih baik dari
kehidupan orang tuanya, baginya guru ialah sosok yang dapat “digugu dan ditiru”. Namun mampukah Ia yang kesulitan dalam komunikasi dan
sosialisasi untuk menjadi guru, bahkan berbicara didepan temannya sendiripun ia
gugup.
Saat
kelulusan tingkat SMA diumumkan, fina berhasil lulus dengan nilai cukup
memuaskan. Mulailah ia menjemput mimpinya untuk mencicipi bangku perkuliahan.
Persyaratan demi persyaratan ia kumpulkan untuk mengikuti tes SNMPTN ia memilih
program pendidikan di sebuah kampus pendidikan di Jawa Timur.
Setelah
menunggu beberapa lama dia sungguh bahagia ketika namanya terpampang pada papan
pengumuman yang tertera di website. Inilah saatnya perjuangan menjadi calon
pendidik dimulai. Teman barupun ia dapatkan, beruntunglah Ia ketika bertemu
teman baik, yang membantunya berproses dalam perkuliahan. Teman yang sholihah
yang selalu mengajaknya menuju jalan kebaikan dan selalu mengajaknya
berkomunikasi.
Perkuliahan
semester demi semester pun Ia lalui meskipun dengan penuh kegugupan. Suatu
ketika pemuda tersebut mengikuti mata kulah praktik mengajar dan mengharuskan
ia mengajar teman sejawatnya. Mulutnya pun tergagap-gagap ketika berbicara.
Beruntunglah teman-temannya selalu memotivasinya untuk selalu berlatih
berbicara agar terbiasa berbicara didepan umum. Teman-temannya selalu mengajak
Ia berkomunikasi dan mengingatkan agar tidak minder.
Suatu
ketika tibalah masa praktik lapangan yang mengharuskan ia mengajar siswa
sebetulnya. Sebelum mengajar siswa ada suatu latihan dikampus bersama dosen
pengajar. Saat latihan dia dampingi oleh dosen pendamping PPL. Alangkah
herannya dosen itu melihat anak yang dulunya gagap berbicara didepan umum telah
mampu menguasai diri dan mengurangi kegagapannya. Dia sebeneranya memiliki
managemen diri yang bagus tinggal mengembangkannya saja, ujar si dosen
pendamping tersebut.
Setelah
lulus kuliah dia memutuskan untuk mengkuti pengabdian pendidikan di daerah
3T yaitu daerah Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal. Tepatnya di derah serambi mekah. Dia ingin menempa diri hidup
didaerah terpencil yang sepi fasilitas agar memiliki pengalaman untuk bertahan
hidup. Disana dia membaur bersama warga
dan teman-teman seperjuangan. Menjadi
guru anak-anak pesisir Aceh, membuatnya belajar lebih tegas. Kekerasan hidup
tidak seperti di Jawa membuatnya lebih tegar. Belajar berkomunikasi, bergaul,
dan hidup dengan sederhana tetap ia jalani. Agar Ia bisa meeruskan kehidupan
diperantauan dan cita-citanya menjadi guru profesional tercapai.
Selepas
dari perantauan ia telah menjadi pribadi yang berbeda, aura positif telah
nampak dari dalam dirinya. Kini ia tersadar bahwa perjuangan untuk menjadi baik
dan bermanfaat untuk orang lain itu membutuhkan peran perjuangan orang lain
dalam memperbaiki dirinya, bahkan olokan orang sekitar pun menjadi pemicu dalam
sebuah perjuangan agar menjadikan dirinya lebih baik dari olokan yang
dilontarkan.
Comments
Post a Comment