Malam
yang dingin membuat tubuh ini semakin malas untuk beranjak, Namun teringat
bahwa diri ini akan segera berangkat untuk yang menjadi teman belajar anak-anak
yang berada diujung barat Indonesia. Kawah condrodimuka tempat berlatih pun akan
segera kami tinggalkan.
Inilah
awal kegiatan SM3T dimulai, kami 38 pengabdi mulai di berangkatkan dari Lanal
Malang menuju aceh selatan dengan maskapai lion air. Kami yang belum pernah
naik pesawat sebelumnya merasakan kepekakan ditelinga. Panjangnya perjalanan
tidak membuat kami mengeluh sedikitpun setelah mengingat niat kami telah bulat untuk
melihat anak negeri di ujung sana. Sore harinya kami tiba dibandara Aceh pukul 15.00.
Sebuah bis mini membawa kami menuju ke kabupaten Aceh Selatan. Sore tak terasa
telah berganti malam, untuk mengusir kebosanan seorang anggota pengabdi mengomando
untuk memekikan sebuah yel-yel yang sekaligus untuk persiapan pembukaan dengan kadisdik
Aceh selatan.
Saat
subuh tiba sampai di kantor dinas Aceh Selatan, tersenyumlah kami ketika turun
dari Bis ketika menengok jam sudah jam tujuh namun matahari belum muncul juga. Ternyata matahari disini munculnya lebih
lambat dari dijawa.
Sembari bercengkerama Tiba-tiba datanglah
seorang Bapak-bapak berwibawa menyapa kami, beliau adalah Bapak Bupati Aceh
selatan H.T Sama Indra. Kami tidak mengira kalau beliau seorang Bupati karena
penampilannya yang sederhana.
“
ini Bapak dan Ibu Guru SM3T dari Jawa ya?” Tanya Beliau
“
Iya Pak” jawab kami serentak
“
silakan beristirahat disana Bapa-ibuk” Beliau mempersilakan kami untuk beristirahat
pada tempat yang telah disediakan.
Sarapan
Pun telah disediakan oleh staf dinas pendidikan, dan ini pertama kalinya kita
sarapan di Aceh. Dengan perut yang sangat lapar kami pun menikmatinyat
Acara
pun dimulai kami mengikuti semua kegiatan pembukaan di dinas pendidikan Aceh
Selatan. acara-demi acara telah mengalir. Tibalah penyampaian yel-yel yang
membuat Bapak dan Ibu hadirin terkesima dengan semangat.
“Tidak
takut salah tidak tidak takut kalah,
Tidak takut jatuh tidak takut mati,
Takut
mati jangan hidup,
Takut
hidup mati sekalian “
Mendengar
yel-yel tersebut Bapak Kepala Dinas meyakini jika kami sangat bersemangat dalam
mengabdi di Tanah Rencong sampai berani mati.
Setelah
penutupan para kepala sekolah menghampiri para Guru SM3T yang akan mengabdi
pada sekolah Masing-Masing. Aku bersama temanku Gita mulai Berkenalan dengan Bapak
Darmawan. Beliau sangat baik dan menyambut hangat kedatangan kami. Kami pun
mulai mengobrol.
“
saya Bapak Darmawan” beliau menyalamiku dan mulai memperkenalkan diri
“
Saya Purna, Pak” Jawabku singkat
Gita
Pun mulai memperkenalkan diri dengan ramahnya “ Saya Gita Pak”
“
kalau Bu Purna Jawa Mana? Tanya Beliau
“
Saya dari Blitar Pak” Jawabku singkat lagi
“Oh
Blitar Tempatnya Bung Karno ya, tempatnya Pak Anas juga? Tanya Beliau
“Iya,
Pak”? Jawabku singkat lagi
Bapak
Darmawan sangat tinggi keingintahuannya tentang Jawa, dan itupun harus membuatku
lebih banyak belajar tentang Jawa terutama Blitar yang katanya tempat
dilahirkannya tokoh besar dan Pemberani.
Setelah
beberapa lama Berkenalan kami diajak untuk berangkat menuju tempat mengabdi
yaitu dikecamatan Trumon. Saya dan Gita diajak Pak Dar untuk naik ke Mobilnya.
Perjalanan panjang pun dimulai Kami senang dan takjub pertama kali melihat jalan
diaceh sepanjang jalan terbentang pantai dan sebelah sisi seberangnya ada
gunung dan bukit. Perjalanan dari pusat kabupaten ke Trumon memakan waktu
hampir 2 Jam dengan situasi jalan yang sepi dan Lurus. Pak Dar sesekali
memberikan gambaran keadaan Aceh selatan, Mulai adanya GAM sampai tsunami.
“Ini
kuburan korban tsunami Bu” Pak Dar mencoba memberikan gambaran dan penjelasan
“Oh
sebanyak ini ya Pak?” tanya kami berdua
Ternyata
dampak tsunami sangat dahsyat, Bahkan ada yang kehilangan keluarganya.
Sesampainya
di Trumon kami bersinggah ditempat Bu Nuraini, Beliau merupakan wakil kurikulum
disekolah yang akan kami tempati. Bu Nur, sangat menyambut kedatangan kami
dengan ramah. Disini kami bertemu teman dari LPTK Padang, yaitu Kak Fina. Kami
berkenalan satu sama lain. Bu Nur mempersilakan kami untuk makan malam bersama.
Makanan yang sangat enak walaupun sederhana. Bu Nur menyajikan sayur pisang
muda yang sangat lezat walaupun kami baru menemui gulai pisang muda pertama
kali.
“Purna,
Fina, Gita makan dulu. Ini ibu
mempersiapkan makanan seadanya”
“Iya
Buk,” Jawab kami
“Maaf
kalau Gak enak” tukas Bu Nur lagi
“
Ini sudah enak kok Buk apalagi ada gulai pisangnya, sebelumnya saya gak pernah
makan gulai pisang lho buk” Jawab Gita
Setelah
makan malam kami mengobrol lagi dan Istirahat.
Keesokan
harinya Hari pertama berencana untuk mengunjungi sekolah, Bu Nur menyuruh untuk
guru-guru GGD kak santi dan bang bambang
untuk menjemput. Sebelumnya kami diberi tau bahwa sekolah kami masih menumpang
dengan sekolah SMAN 1 Trumon. Setelah sampai di sekolah kami berkenalan dengan
satu guru GGD yaitu bang eka. Mereka mengajak kami untuk berkenalan ke setiap
kelas dan melihat kondisi lingkungan yang membuat kami ternganga.
“Ini emang gini ya kak
dibiarkan kosong MIPA nya”
“ Iya Purna memang Gak
ada yang terpakai karena Gak ada guru bidang studi yang memanfaatkan.” Jawab
kak Santi
Sekolahkami adalah
sekolah unggul tetapi masih baru berdiri dan masih menumpang dengan sekolah
lain, dan masih tersedia dua ruang untuk kelas 1 dan satu ruang untuk ruang kelas
2, serta satu ruang lagi untuk guru. Dengan 36 siswa, 12 siswa kelas X dan 24
siswa kelas XI. Disini hanya ada 3 guru GGD,kepala sekolah dan wakil kepala
sekolah, ditambah kami 3 orang guru SM3T.
Sebelumnya saya terheran-heran mengapa kondisi
sekolah unggul seperti ini hanya ada 2 ruang, dan sedikti siswa. Dan kondisi
siswa pun bukan siswa pilihan seperti dikota-kota. Menurut cerita dari wakasek
sebelumnya tahun ini sekolah kami mendapat banyak siswa namun ada isu simpang
siur dari masyarakat bahwa sekolah kami akan dipindah ketempat yang lebih dalam
yang jaraknya cukup jauh dari sekolah kami, dan akhirnya wali siswa banyak yang
memindahkan anaknya ke sekolah lain. Mereka tidak mau jika anaknya sekolah
jauh-jauh.
Pertama
datang ke Aceh sering aku sering sakit-sakitan karena proses adaptasi Dengan
cuaca diaceh tiba- hujan, jauh beda
sekali dengan kondisi di blitar dan malang yang cuacanya sejuk. Pada saat masuk
kelas pertama kali pun aku kurang bersemanagat karena kondisi yang sakit,
kurang adanya persiapan mengajar dengan mapel yang bukan bidangnya dan kondisi
siswa yang pasif, bahkan saya sendiripun mempunyai sifat introvert. Akibatnya
siswa dan guru pun menjadi pasif.
Ada
seorang anak yang menyeletuk kepadaku
“Bu Kenapa ya ibu ini
seperti orang sakit” tanya siswaku si makhmudin
“Ibu sakit emang sakit
din” jawab ku dengan tenang
“disini panas ya Bu?”
tanya si Jefri
“ iya memang disini
panas beda dengan tempat ibuk yang sejuk” Jawabku lagi dengan menjelaskan
Ada
seorang anak yang mengomentari. Kalau saya tidak asyik seperti orang sakit dan
lain-lain. Namun saya tetap menjalankan tugas saya dengan mencari-cari sumber
belajar diinternet dan mencari bahan dari teman yang mempunyai basik sejarah.
Wah.. Trs gimana kelanjutannya mbak? Ini ceritanya ada sambungannya kan ya? Aku juga belum pernah ke aceh. Ternyata disana udaranya cenderung panas ya.
ReplyDeleteKayaknya bakal ada lanjutannya ya Kak? Pengen tahu setelah adaptasi, si Makhmudin masih protes ga hehehe
ReplyDeletePenasaran sama gulai pisang mudanya. Hehehe. Saya juga baru tahu. Penasaran juga sama kisah mengajarnya selama di Aceh. Lanjutkan Kak ceritanya!
ReplyDeleteBacanya bikin aku ikut berimajinasi tentang aceh
ReplyDeletekapan ya bisa ke latar ceritanya hehe, ditunggu lanjutannya kak
ReplyDeleteAceh memang selalu cantik dan selalu menawan ya kak.. sama seperti cerita kali ini.. di tunggu cerita-cerita lainnya.. semangat menulis kak
ReplyDeleteGimana rasanya gulai pisang muda kak? Masih adaptasi ya karena suhunya pasti beda sama Jawa. Keren kak, semangat aktivitasnya yaa..
ReplyDeleteIni kayak pengalaman pribadi ya, kak?
ReplyDeleteJadi penasaran lanjutan ceritanya.